Langkah Akhir Sang Ketua Ormas, Terjebak di "Kubangan Madu"

Jumat, 17 Oktober 2025 | 09:33:33 WIB

Pekanbaru (Sangkala.id)-Sore itu, Selasa (14/10/2025), suasana di salah satu kafe di lantai bawah Hotel Furaya, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, tampak biasa saja. Di balik obrolan santai dan deru mesin kopi, sebuah drama hukum sebenarnya tengah menunggu klimaksnya.

Ketua Umum organisasi masyarakat (ormas) Pemuda Trikarya Petir (PETIR), berinisial JS, tak menyangka langkahnya di ruang kopi itu akan berakhir di tangan Tim Raga (Riau Anti Geng dan Anarkisme) Unit IV Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Riau.

JS diamankan usai menerima uang tunai Rp150 juta, yang disebut sebagai "uang damai" agar pemberitaan negatif tentang PT Ciliandra Perkasa dihentikan.
Modusnya klasik, tapi halus: ancaman pemberitaan di puluhan media daring dan rencana aksi demonstrasi di Jakarta.

"Pelaku memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan ormas untuk menekan perusahaan dengan isu korupsi dan kerugian negara senilai Rp1,4 triliun," ujar Wadirreskrimum Polda Riau, AKBP Sunhot Silalahi, Kamis (16/10).

Awalnya, JS melancarkan tudingan ke perusahaan sawit tersebut melalui pemberitaan yang dianggap merugikan nama baik. Ketika pihak perusahaan mencoba menyelesaikan masalah secara terbuka, balasan yang datang justru mengejutkan: permintaan uang Rp5 miliar agar isu itu dihentikan dan rencana demonstrasi dibatalkan.

Negosiasi berlangsung alot hingga akhirnya disepakati uang muka sebesar Rp150 juta. Transaksi pun dilakukan di Hotel Furaya. Begitu uang berpindah tangan, tim kepolisian langsung bergerak cepat.

"Begitu transaksi selesai, pelaku kami amankan di tempat. Uang Rp150 juta dijadikan barang bukti," kata Sunhot.

Selain uang tunai, polisi juga menyita dua ponsel, laptop, printer, kartu ATM, serta dokumen kerja sama dan kartu anggota ormas PETIR.

Keesokan harinya, penggeledahan di rumah pelaku di kawasan Umban Sari, Rumbai, mengungkap tumpukan surat “klarifikasi” ke berbagai perusahaan. Semuanya berisi pola serupa: permintaan klarifikasi yang bernada tekanan.

"Kami temukan indikasi kuat modus ini digunakan untuk menekan perusahaan agar memberikan uang," jelas Sunhot.

Polisi kini menelusuri kemungkinan praktik serupa ke 14 perusahaan lain di Riau. "Kasus ini murni pemerasan, tidak ada kaitannya dengan isu lain. Kami pastikan tidak benar ada kerja sama PETIR dengan Polda," tegas Sunhot.

JS dijerat Pasal 369 KUHP tentang tindak pidana pemerasan, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.

Kasus ini tak hanya menyeret individu JS, tapi juga mengguncang keberadaan ormas PETIR.

Direktur Ormas Kemendagri, Budi Arwan, menyatakan jika terbukti melakukan pemerasan atau kekerasan, maka badan hukum ormas dapat dicabut.

"Tindakan seperti ini bisa menjadi dasar pembubaran, sesuai Pasal 59 ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas," tegasnya.

Sementara itu, Febri dari Kanwil Kemenkumham Riau menegaskan bahwa PETIR merupakan ormas resmi yang terdaftar sejak 31 Agustus 2021, dengan pembaruan izin terakhir 5 November 2024. Namun kini, rekomendasi pencabutan izin tengah disiapkan.

"Kami nilai tindakan ini telah menyimpang dari tujuan organisasi," kata Febri.

Langkah JS yang semula mungkin dimaksudkan untuk “menyengat” justru menjadi kubangan madu yang menjerat dirinya sendiri.

Sebuah pelajaran mahal tentang bagaimana kekuasaan dan pengaruh, bila disalahgunakan, dapat berubah dari alat perjuangan menjadi jalan menuju jerat hukum.***

Terkini