Siak (Sangkala.id)-Bupati Siak, Dr Afni menanggapi terkait statement Polda Riau yang menyebut bupati Siak untuk berhati-hati memberikan pembelaan terkait Konflik PT SSL dengan masyarakat.
Konflik ini berujung kepada penahanan 13 orang tersangka, termasuk Kepala Desa Tumang dan Kepala Dusun.
Menanggapi hal tersebut, bupati Siak Dr Afni mengatakan di tengah padatnya jadwal retreat, dirinya melakukan berkomunikasi dengan Kapolda Riau dan Dirkrimum.

"Alhamdulillah kami tetap solid untuk menjaga semuanya tetap kondusif pasca kerusuhan di PT SSL beberapa waktu lalu," ujar Afni, Selasa (24/6/2025).
Afni menyebut, dirinya bekerja berdasarkan sumpah di bawah Al Quran sebagai pemimpin Siak. Mereka wajib menjaga Siak dan seisinya, sesuai dengan UU yang berlaku.
Ia menyebut paham membedakan mana rakyat kecil, mana cukong murni dan mana 'cukong berijin'.
"Saya tidak punya hutang dengan cukong manapun, dengan perusahaan manapun. Hutang kami dunia akhirat hanya dengan Allah dan rakyat Siak, " terangnya.
"Kami menghormati hukum dan tidak akan mengintervensi hukum. Justru mendukung. Kami ikut mengecam tindakan anarkis di PT SSL dan kejadian serupa jangan sampai terulang lagi," tambahnya.
Bupati pertama di kota Istana ini mengurai, sebagai pemimpin Siak berkewajiban melindungi petani sawit kecil yang memiliki hak di dalam kawasan hutan produksi PT SSL, dimana hak-hak mereka juga terlindungi secara hukum sebagaimana diatur oleh UUCK. Pola penyelesaiannya secara hukum juga tersedia.
Jadi dua urusan yang terjadi di Siak ini beda jalur. Beda kasus. Beda pula kewenangan dan penanganannya.
1. Kasus rusuh PT SSL yang berujung pada pengrusakan, pembakaran, dll, itu biar jadi ranah penegak hukum. Wajib dihormati. Kami ikut mengecam dan tidak berhak mengintervensi hukum.
2. Penyelesaian sengketa lahan, dimana sesuai kesepakatan yang dihadiri Direktur Utama dan Manager PT SSL akan dibahas dalam kurun waktu sebulan sejak ditandatangani. Maka inilah jalur administrasi yang disediakan Negara dan wajib dihormati bersama juga. Disini saya selaku Bupati hanya menjadi mediator.
Perlu diingat, PT SSL beroperasi bukan pada kawasan hutan konservasi atau lindung. Melainkan kawasan hutan produksi (HP) yang berada di tengah jantung Kampung Tumang. Pola penyelesaian konflik pada wilayah HP sudah ada diatur dalam UU. Sejak ijinnya keluar, SSL hanya bisa menguasai tak sampai separuh dari luas ijin yang diberikan. Sebagian besar wilayahnya sejak dahulu kala sudah berkonflik dengan masyarakat.
Konflik sering memuncak karena tak ada koordinasi saat perusahaan ingin menambah luasan penanaman akasia, dengan cara menumbangkan tanaman sawit yang sudah ada. Itupun menumbangkan sawit kabarnya malam-malam, diam-diam.
Kalau semua perusahaan seperti SSL bertindak sendiri di wilayah konflik tanpa koordinasi dgn pemerintah daerah, apa jadinya Siak kami?
Apa jadinya Siak jika semua pemegang ijin PBPH Hutan Tanaman Industri (HTI) yang beroperasi di kawasan Hutan Produksi (HP) bebas bertindak apa saja dan tidak menganggap Pemkab Siak ada?
Meski mendapat ijin dari Kementerian, semua perusahaan HTI yang beroperasi di Siak, sudah selayaknya menghormati tuan rumah saat melakukan kerja-kerja di wilayah konflik yang sensitif. Siak Negeri bertuan.
Karena faktanya, jumlah luasan ijin HP di Siak yang operasi bisnisnya seperti SSL jauh lebih banyak dari APL yang menjadi wilayah mukim dan tempat hidup hampir setengah juta rakyat Siak. Ada perebutan ruang hidup yang sangat tajam antara dominasi bisnis korporasi, dengan urusan seorang Ibu menjaga periuk nasi.
Puluhan desa di Siak saat ini masih berada di dalam dan sekitar kawasan hutan produksi. Kami sedang berjuang agar rakyat kecil mendapatkan keadilan ekologis, tanpa mengganggu kepentingan bisnis. Potensi konflik lahan di Siak sangat tinggi.
"Tugas kami menjaga jangan sampai konflik terjadi lagi dan lagi, " Sebut Afni. ***