Di Pangkuan Bupati Afni, Ulfa Menemukan Kembali Mimpinya

Minggu, 23 November 2025 | 21:13:09 WIB

Siak (Sangkala.id)-Di tepian Embung Terpadu Kampung Dayun, Sabtu pagi itu, udara terasa berbeda. Bukan hanya karena peringatan HUT ke-80 PGRI dan Hari Guru Nasional yang digelar sederhana namun hangat tetapi karena seorang anak kecil bernama Ulfa akhirnya mendapat ruang untuk didengar.

Ulfa, seharusnya kini duduk di kelas III SD. Tapi mimpinya belajar, berlari seperti teman-teman sebaya, atau sekadar duduk di bangku kelas setiap pagi, terhenti pelan-pelan. Bukan karena ia tak ingin sekolah, melainkan karena dua kakinya yang tak normal, membuatnya kesulitan bergerak, terutama saat harus ke toilet.

Sampai akhirnya, di tengah keramaian acara, seseorang menghampiri Ulfa dengan cara yang begitu manusiawi, tanpa jarak, tanpa formalitas.

* Mengubah Suasana

Bupati Siak, Dr. Afni Zulkifli, tampak duduk di kursi pada sebuah teras, tetapi bukan itu yang menggerakkan hati banyak orang. Ia menggendong Ulfa kemudian mendudukan bocah itu dibpangkuan kaki kirinya, seolah Ulfa adalah anaknya sendiri. Ia menatap mata anak itu dengan lembut, mengusap punggungnya, lalu memintanya pelan-pelan untuk berjalan.

Di sekitar, suasana tiba-tiba hening. Beberapa guru dan orang tua yang menyaksikan itu mulai menunduk, sebagian menahan air mata. Cara Afni memegang Ulfa begitu tulus, tak tampak sedikitpun canggung, seolah ia paham betul betapa rapuhnya hati seorang anak yang merasa tertinggal dari dunia yang terus bergerak.

“Nanti kamu sekolah lagi ya, Nak. Kalau ada yang mengejek, bilang ke kepala sekolah, jangan diam. Kamu anak hebat kalau kamu sekolah.”

Kalimat dari Afni ini jatuh perlahan, namun mengotak hati, cukup kuat untuk membuat beberapa orang mengusap mata.

Afni lalu menoleh ke kepala sekolah yang hadir. Suaranya tetap lembut, tapi tegas.
“Tolong terima Ulfa kembali. Kita cari solusi. Anak ini harus sekolah.”

* Tak Memutus Mimpi

Masalah yang selama ini membuat Ulfa berhenti sekolah sebenarnya sederhana, WC sekolah yang tak bisa diakses oleh Ulfa karena kondisinya. Sesuatu yang mungkin tampak kecil bagi orang lain, namun menjadi penghalang besar bagi seorang anak berusia sembilan tahun yang ingin belajar.

Tanpa menunggu lama, Afni mengambil keputusan cepat.

“Segera buat WC duduk untuk Ulfa. Jangan tunda. Anak ini harus bisa sekolah tanpa takut kesulitan.”

Sederhana, tapi seringkali hal-hal seperti ini terlewatkan hingga akhirnya memutus mimpi seorang anak yang bahkan belum sempat berkembang sepenuhnya.

* Air Mata Tertahan

Orangtua Ulfa berdiri di belakang, tampak berkali-kali mengusap mata. Mereka bukan tidak ingin menyekolahkan anaknya. Mereka hanya terjebak antara keterbatasan dan rasa takut akan ejekan.

Afni mendekati mereka, menepuk lengan sang ibu. “Tolong terus semangati Ulfa. Antar dia ke sekolah. Jangan biarkan dia merasa sendiri.”

Lalu, sedikit suaranya bergetar, “Malu kita kalau anak-anak putus sekolah. Pemerintah bertanggung jawab. Apalagi Ulfa anak berkebutuhan khusus yang wajib kita jaga dengan perhatian penuh.”

Kalimat itu membuat beberapa guru menunduk, menyadari bahwa masih ada hati kecil yang harus mereka rangkul lebih erat.

* Arti Pendidikan

Saat acara hampir berakhir, Ulfa memeluk erat tangan Bupati Afni. Ada senyum kecil, tulus, seolah hari itu ia baru saja mendapatkan kembali apa yang sempat diambil dunia darinya yakni, harapan.

Barangkali, di antara keramaian dan tawa anak-anak lain, tak ada yang lebih menyentuh dari melihat seorang pemimpin memangku seorang anak kecil yang hampir menyerah pada mimpinya sendiri.

Ulfa belum kembali ke kelas hari ini. Tapi ia sudah kembali menemukan keyakinan untuk melangkah ke sekolah sesuatu yang bagi banyak anak tampak biasa, namun bagi Ulfa ini adalah keberanian yang luar biasa.***

Terkini