KPK Ungkap Korupsi Pengurusan Izin Tenaga Kerja Asing

KPK Ungkap Korupsi Pengurusan Izin Tenaga Kerja Asing

Jakarta (Sangkala.id)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Korupsi pada pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA). Saat ini, KPK sedang mendalami rekening penampung dan besaran uang pemerasan urusan TKA tersebut.

KPK telah memeriksa lima saksi, Senin (16/6/2025) terhadap para tersangka yang mengumpulkan sekitar Rp 53,7 miliar hasil pemerasan pengurusan izin RPTKA kurun waktu 2019–2024.

Dikutip dari Antaranews.com, juru bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan lembaga antirasuah itu sedang mendalami terkait besaran permintaan uang dari pada agen TKA.

"Semuanya didalami terkait dengan besaran permintaan uang kepada para agen TKA dan rekening penampungan (uang pemerasan, red.) yang digunakan tersangka," ujarnya, Selasa (17/6/2025).

Lebih lanjut Budi mengatakan, saksi tersebut adalah Eden Nurjaman sebagai wiraswasta, Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di masa Menakertrans Erman Soeparno dan Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin bernama Muller Silalahi, dan pensiunan aparatur sipil negara (ASN) Kemenaker Jagamastra.

Dua saksi lainnya adalah fungsional pada Direktorat Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker tahun 2023-2025 Jadi Erikson Pandapotan Sinambela, dan Direktur Utama PT Dienka Utama Barkah Adi Santosa.

KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

KPK menjelaskan, RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Bila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Cak Imin menjabat Menakertrans pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.***